19 Des 2012

Persona Non Grata



Perempuan menari-nari
Bagai balerina
Lemah gemulai elok memesona
Berputar merajai isakan tangis
Hatinya terlalu tajam dan bengis

Perempuan bernyanyi
Bagai biduanita
Biduanita bersuara malaikat
Penabur syair padat

Ia perempuan yang disegani
Rupanya seperti peri
Terbang, kepak sayap tinggi
Peri kecil berhati bengis
Dibenci setiap makhluk berpemikiran kritis
Tiap apa yang terucap dari bibir indahnya adalah belati
Menikam setiap jejak para pemimpi
Penghancur segala doa dan mimpi

Pulang

Ke tepian awan
Aku terbang
Meninggalkanmu dalam sengguk
Ke tempat tak bertuan
Aku akan pulang
Membawakanmu peluk


15 Desember 2012

12 Des 2012

Remang

Dia berkisah tentang cahaya
Tentang terang yang belakangan ini samar
Tentang petang yang penuh harapan
Tentang dekapan yang mulai merenggang
Wajahnya sendu
Wajah khas pesimisme, lelah merindu
Aku hanya termangu
Melihat pendar paling kelabu
Merayakan sunyi paling deru
Menjadi rindu yang selalu ia tunggu


Epilog 16 November

Senja yang penuh dilema. Tak sampai hati aku melihatnya. Seorang pujangga santun tutur kata sedang dihadapkan dengan dua pilihan besar. Aku atau perempuan Tionghoa berjilbab yang dengan penuh keikhlasan mengirimkan masakan yang ia buat sendiri sebelum pukul 7 tiap pagi. Ia memang pandai memasak.
"Kamu masih punya Allah, Yang Maha Esa. Berdoalah kepada-Nya. Kamu akan menerima jawaban terbaik. Semoga." ucapku meyakinkannya.
Namun lidahnya kelu. Tak sepatah kata pun mampu ia ucapkan. Kutatap dalam-dalam kedua matanya. Mata teduh penuh peluh. Lalu berusaha ku baca guratan di wajahnya. Dan aku mulai mengerti. 
 "Aku tahu. Sudah lima tahun lamanya aku mengenalmu. Jika harus, aku akan pergi." sambungku sambil beranjak pergi, meninggalkannya berdua dengan gadis Tionghoa itu.
Berjalan perlahan menjauh darinya sambil berharap ia akan mencegahku, meminta untuk kembali. Sudah beberapa langkah, tidak ada panggilan. Terpaksa aku menoleh ke belakang. Kulihat mereka berjalan menjauh seraya bergandengan tangan.

Seperti berada di ruang sesak penuh penghuni, berusaha berebut udara untuk tetap hidup.
Sore itu, 16 November 2009.
Semoga pilihanmu benar.
Itu saja.

21 Okt 2012

Unknown

Ia datang. Seperti malaikat.
Malaikat bersuara parau. Nyaris tak terdengar.
Aroma tubuhnya yang segar - seperti wangi buah semangka - masih tercium sama seperti 5 tahun lalu.
Binar matanya pun masih meluluhkanku. Binar mata seorang ksatria tanpa kuda.
Namun kali ini mata itu berbicara. Memohon.




Tetap disini.

Things-That-Have-To-Be-Done-Before-I-Die list

MAKING SNOW ANGEL

KULIAH

WISUDA

NAIK HAJI

NGOBROL SAMA PAPA PANJANG LEBAR

BERTUALANG BER-4 KE LUAR JABODETABEK

NYANYI IRIS-NYA GOO GOO DOLLS SEKENCENG-KENCENGNYA PAS HARI WISUDA, KALO BISA DI ROOFTOP GEDUNG

NONTON COLDPLAY

BANTUIN GITA BIKIN PUB THE BEATLES SAMPE SUKSES

KERJA DI MEDIA MASSA

PUNYA PERUSAHAAN PERIKLANAN SENDIRI

BISA MAININ LAGU SIOEN-CRUISIN' PAKE KEYBOARD

MEMECAHKAN KASUS KRIMINALITAS

KETEMU LAGI SAMA ORANG-ORANG YANG TERLEWATKAN

PERGI KE IRLANDIA

NIKAH

REUNIAN SMA PAS UDAH PADA NIKAH

PERGI KE LIVERPOOL

20 Sep 2012

Untitled

Aku hujan, dan kamu laut yang hening.
Aku ingin mengalir.
Memecah keheningan sebelum kita terlalu jengah untuk terus berlari.
Aku ingin mengalir.
Bersama waktu yang telah ku rekam sebaik-baiknya.
Waktu yang mengajarkan kita untuk menerima.
Dan aku ingin mengalir.
Dengan genangan cahaya anomali jingga.
Bersamamu.
Kendati ku kagumi tatapan teduh-mu layaknya laut paling hening.
Yang terbiasa menenangkan diri ini kapan pun kau mau.
Sementara syahdu adalah bicaramu.
Yang lebih lembut dari hujan yang menari-nari di tepian senja.

Aku lah hujan itu, sementara kamu lah laut yang paling hening.
Dan satu hal yang ku tau :
Pada akhirnya, setiap tetes hujan akan kembali ke laut.


24 Jan 2012

Naif

Mereka,
adalah dua jiwa paling naif yang pernah Tuhan ciptakan. Semua begitu indah, sampai akhirnya saling merasa terasingkan. Tidak ada yang salah. Tidak ada yang merasa benar. Mereka hanya memutuskan untuk saling melewatkan.